"Seharusnya tidak seperti ini.." Vina bergumam sore tadi.
Ia menyadari bahwa tidak semestinya ia berpikir dan memiliki perasaan seperti itu.
Kejadian kemarin hanya buatan dari pikirnya yang mendahulukan perasaan dari pada logika.
"Ada apa, kau membuat kesalahan lagi?"tanyanya
Vina hanya terdiam, lalu melihat jauh ke depan. "Ya, aku selalu merasa tak nyaman melihat mereka saling sapa. Aku yang visual, langsung saja mendekripsikan itu semua sebagai keakraban yang membuatku benar-benar tidak nyaman"
"Kejadian beberapa hari lalu saat sahur itukah maksudmu Vin?" tanyanya memastikan.
Vina hanya mengangguk. "Pantas saja, tiba-tiba mukamu murung, matamu berkaca-kaca. Lalu apa yang kau rasakan sekarang?" ia melanjutkan.
Hening sejenak. Tidak suara diantara kami
Aku merasa bersalah pada mereka (dengan rasaku ini). Terlebih pada diriku sendiri, karena membiarkannya bersikap iri. Jujur saja, memang benar-benar merasa tidak nyaman melihat ia menjawab sapaan dari wanita itu. Aku yakin karena ia terlalu baik pada siapapun. Namun, apakah ia tidak hawatir bahwa sikapnya bisa membuat wanita itu serasa diberi harapan. Ahh..ada apa denganku. Lagi-lagi ego selalu mengikuti pikiran positif. Astaghfirullah.
Apapun itu, semestinya tidak sepatutnya aku merasa tidak nyaman. Lebih tepatnya, belum haknya aku merasa tidak nyaman melihat interaksinya dengan siapapun termasuk wanita itu. Haknya berlaku baik. Haknya melalukan apa yang ia pikir baik. Yang bisa kulakukan, ialah memberi kepercayaan padanya. Ya kepercayaan" ucap Vina pada cermin didepannya.
kulihat senyum di akhir kalimat Vina. Alhamdulillah.
Yang terpenting dari sebuah kesalahan adalah belajar memperbaiki diri :) :))
Ia menyadari bahwa tidak semestinya ia berpikir dan memiliki perasaan seperti itu.
Kejadian kemarin hanya buatan dari pikirnya yang mendahulukan perasaan dari pada logika.
"Ada apa, kau membuat kesalahan lagi?"tanyanya
Vina hanya terdiam, lalu melihat jauh ke depan. "Ya, aku selalu merasa tak nyaman melihat mereka saling sapa. Aku yang visual, langsung saja mendekripsikan itu semua sebagai keakraban yang membuatku benar-benar tidak nyaman"
"Kejadian beberapa hari lalu saat sahur itukah maksudmu Vin?" tanyanya memastikan.
Vina hanya mengangguk. "Pantas saja, tiba-tiba mukamu murung, matamu berkaca-kaca. Lalu apa yang kau rasakan sekarang?" ia melanjutkan.
Hening sejenak. Tidak suara diantara kami
Aku merasa bersalah pada mereka (dengan rasaku ini). Terlebih pada diriku sendiri, karena membiarkannya bersikap iri. Jujur saja, memang benar-benar merasa tidak nyaman melihat ia menjawab sapaan dari wanita itu. Aku yakin karena ia terlalu baik pada siapapun. Namun, apakah ia tidak hawatir bahwa sikapnya bisa membuat wanita itu serasa diberi harapan. Ahh..ada apa denganku. Lagi-lagi ego selalu mengikuti pikiran positif. Astaghfirullah.
Apapun itu, semestinya tidak sepatutnya aku merasa tidak nyaman. Lebih tepatnya, belum haknya aku merasa tidak nyaman melihat interaksinya dengan siapapun termasuk wanita itu. Haknya berlaku baik. Haknya melalukan apa yang ia pikir baik. Yang bisa kulakukan, ialah memberi kepercayaan padanya. Ya kepercayaan" ucap Vina pada cermin didepannya.
kulihat senyum di akhir kalimat Vina. Alhamdulillah.
Yang terpenting dari sebuah kesalahan adalah belajar memperbaiki diri :) :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar