Minggu, 18 Desember 2011

Mari buat mereka terpesona !

Cogito ergo sum, Credo ergo sum…
Aku adalah pemikiranku, aku adalah keyakinanku…

Beginilah memang seorang manusia umumnya menghargai dirinya sendiri, dari apa-apa yang menjadi grand design bagi dirinya sendiri di masa depan. Sehingga tidak perlu heran jika ternyata ada orang begitu yakin menjalani hidupnya, sementara belum ada suatu pencapaian apapun baginya. Bukannya tidak punya pijakan, tetapi pijakan itu terpetakan dengan jelas hanya didalam pikirannya sendiri dan diyakini hanya dalam hatinya sendiri sebagai sebuah tujuan hidup yang paripurna.

Meski demikian, kita tidak hidup diantara kerumunan cenayang. Tidak ada seorang pun yang mampu membaca kedalaman pikiran atau hati seseorang. Sehingga salah besar jika kita mengharapkan orang lain ikut melihat apa-apa yang kita lihat sementara kita tidak pernah menunjukkan apa pun. Tidak mungkin seorang calon sarjana diberi ucapan selamat sebelum benar-benar ia menjadi sarjana.

We value our self from what we intend to do, while others judge us from what we have done

Namun pernahkah kawan-kawan semua tertipu saat menilai seseorang?

Yang dikira terhormat ternyata tercela
yang dikira cendekia ternyata pandir
yang dikira triliuner ternyata miskin hati…

Demikian seorang Andrias Harefa mengupas fenomena mengenai pesona baju dan pesona karakter dalam buku kumpulan artikelnya yang berjudul Mindset Therapy. Disana beliau memaparkan demikian mudah manusia dinilai dari atribut-atribut yang melekat pada dirinya, entah itu harta, tahta, atau kata. Itulah efek dari sebuah kesan pertama, begitu menggoda! Sehingga mampu membuat kita jatuh cinta pada pandangan pertama. Bukannya bermaksud mengecilkan pesona sebuah ‘baju’, karena pada kenyataannya banyak cerita kesuksesan dimulai dari kesan pertama yang begitu menggoda. Namun pada akhirnya tetap harus saya akui ‘tubuh’ yang sakit tidak pernah bisa ditutupi dengan memakai ‘baju’ yang bagus. Alangkah baiknya apabila semua atribut baik yang terlihat adalah perwujudan dari keindahan yang menyeruak perlahan tapi pasti dari keluasan pola pikir, kedalaman hati dan konsistensi laku pribadi, itulah pesona karakter!

Kemudian yang menjadi pertanyaan penting adalah bagaimana cara menebarkan pesona karakter?
Tatkala saya masih duduk di bangku kuliah dulu, pernah satu kali saya terjebak dalam sebuah obrolan ringan di sebuah organisasi kampus yang kami sebut Himpunan. Obrolan itu, entah bagaimana, sampai pada satu pembahasan mengenai konsep sebuah acara bergengsi yang biasa kami sebut kaderisasi (baca: ospek). Ada satu pernyataan sahabat saya yang juga adalah Sang ketua himpunan yang masih terus saya ingat hingga saat ini.

“Dha, kalau kaderisasi isinya cuma pura-pura marah, pura-pura disiplin, maka nanti kader yang kita dapet juga cuma yang pura-pura patuh, pura-pura berkarakter.. Kaderisasi itu cuma trigger aja, pembentukan karakter yang sebenarnya itu nanti, waktu semuanya udah di dalem himpunan.. Nah, makanya yang jadi PR besar kita itu gimana caranya membentuk kebiasaan-kebiasaan positif di himpunan kita supaya kader-kader Himpunan ini bener-bener punya karakter yang bagus…”

Memang, mau dibolak balik seperti apapun juga, tidak mungkin yang namanya karakter dapat diubah atau dibentuk secara instan hanya dengan beberapa kali pertemuan saja. Karakter seseorang biasanya dibangun sebagai hasil induksi lingkungan (termasuk keluarga) dalam waktu lama melalui pembiasaan yang kontinyu. Tapi bukan berarti tidak bisa diubah!

Pernah baca Buku Personality Plus-nya Florence Littauer? Di dalam bukunya itu ia sangat ngotot sekali kalau setiap manusia pasti memiliki salah satu dari 4 karakter dasar yang dominan yang masing-masing sudah memiliki kelebihan dan kekurangan yang khas. Namun, saat ia kemudian (melalui buku yang sama juga) mencoba mengajak pembacanya untuk mengorganisasi Sanguinis yang populer, melunakkan Koleris yang kuat, menggembirakan Melankolis yang sempurna, dan memotivasi si Phlegmatis yang damai, saya menjadi sangat yakin bahwa ada usaha yang bisa kita lakukan untuk meng-improve karakter kita.

Tapi terlepas dari semua teori psikologis yang rumit itu, rasa-rasanya untuk membentuk karakter yang baik tidak perlu metode macam-macam. Cukup lah kita lakukan kebiasaan-kebiasaan kecil yang positif saja..

dan bersiaplah untuk jadi mempesona.. :)

by Ardha P. Rahardjo on Wednesday, November 24, 2010 at 10:53pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar